Rabu, 31 Oktober 2012

Telaga Ninifala-Maluku Tengah (Kaki gunung Binaya)

Dua batang pohon perlambang "jodoh"
Telaga Ninifala

Telaga Ninifala atau yang sering di sebut sebagai air jodoh oleh masyarakat Piliana, merupakan sebuah telaga di kaki Gunung Binaya Maluku Tengah atau yang biasa di sebut pulau Seram dan beribukota di Masohi.  Menurut penuturan masyarakat setempat, telaga yang terbentuk secara alami ini dipercaya sebagai air jodoh yang di simbolkan melalui dua buah batang pohon yang hidup di tengah-tengah telaga. Airnya yang berwarna biru ke hijauan semakin  memberikan sentuhan natural bagi telaga ini.

Telaga yang terletak di Desa Piliana Kecamatan Tehoru Kabupaten Maluku Tengah ini, belum banyak di ekspos oleh masyarakat di luar Kecamatan Tehoru. Tentunya sentuhan perhatian dari pemerintah baik pusat maupun daerah di harapkan mampu menjadikan wilayah Telaga Ninifala sebagai objek pariwisata baru di Maluku Tengah.




Untuk menuju Telaga Ninifala, kita harus berjalan kaki 5 – 6 jam menuju Desa Piliana dengan melintasi hutan-hutan dan sungai (yang jika musim hujan tidak dapat di seberangi) di bagian lain jalur pendakian Gunung Binaya.  Masyarakat setempat mempercayai bahwa air yang ada di telaga tersebut memiliki khasiat untuk mendapatkan jodoh atau pasangan. Percaya atau tidak? Silahkan datang langsung dan merasai keindahannya….



salam 


Kamis, 29 September 2011

Menjelang "Gestapu"


Gestapu, sesuai dengan apa yang telah di umumkan oleh Letkol. Oentung, bahwa gerakan malam itu bernama Gerakan 30 September tanpa imbuhan PKI dan atau partai mana pun. gerakan itu kemudian menjadi sebuah awal yang gelap tentang sebuah sejarah bangsa Indonesia. Gerakan ini kemudian disahkan untuk kemudian menjadi stigma Legal bahwa PKI adalah musuh nasional dan perlu di bumi hanguskan.
Gerakan yang kemudian berkembang menjadi sebuah Genocide ini menciptakan luka sejarah yang tak tersembuhkan hanya dengan sekedar maaf. mereka yang melakukan pembantaian itu tidak pernah sadar bahwa komunitas imajiner yang bernama Indonesia ini di bangun dari sebuah komunikasi dan konflik yang intens antara komunisme dan muslim. meski tidak bisa di katakan di lahirkan dari Sarekat Islam, PKI di besarkan oleh embrio pecahan Sarekat Islam di Semarang.
Kini wajah negeri ini tak lagi segelap masa itu. namun kegelapan masa itu tidak lagi menemukan titik terang walau secercah. sejarah tinggal lah sejarah dan masa lalu tak lagi “boleh” di ungkapkan kebenarannya di negeri yang sedang berproses menjadi negeri nan demokratis ini. bukankah urgensi memory kelampuan akan terkonstruk dengan sangat apik, ketika kesalahan pilihan tidak terulang untuk kedua kalinya?! semoga rasa ingin tahu atas kebenaran dan kemerdekaan berfikir tak lagi melahirkan ketakutan atas nama besar PKI. karena PKI dilahirkan untuk turut memerdekakan bangsa yang besar ini...

PKI yang "di claim" mati itu meninggalkan secercah rasa dan akan tetap menghantui pikiran jiwa-jiwa yang merdeka....


salam

Senin, 19 September 2011

Sekilas Land Reform









Reforma agraria bukanlah isu baru bagi rakyat Indonesia, di era 1960-an isu ini lebih dikenal dengan nama Landreform dan dituduh sebagai sebuah gerakan komunis pada saat itu. Membicarakan landreform atau reforma agraria bukanlah membahas komunis atau bukan komunis, konsep ideal reforma agraria yang pernah ada di Indonesia—UUPA 1960 & UUPBH, TAP MPR No. IX/MPR/2001, Perpres No. 36/2005— sebenarnya mengandung sebuah nilai yang sangat mulia yaitu mensejahterakan kehidupan rakyat.

UUPA 1960 yang disusun oleh Panitia 11 (sebut saja begitu, karena terdiri dari perwakilan 10 ormas tani dan seorang dari Departemen Agraria), berhasil menghancurkan dua produk kolonial Belanda (Domein Verklaring& Agrarische Wet) dari bumi Indonesia. UUPA 1960 adalah sebuah produk dalam negeri yang diproses oleh dewan legislatif dengan rujukan UUD 1945 pasal 33 yang mana disebutkan bahwa Negara menguasai tanah, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.

Carut marutnya kondisi ekonomi dan politik Indonesia di era 1960-an, menjadikan pelaksanaan landreform tidak berjalan sebagai mana mestinya. Landreform yang di jalankan setengah hati oleh beberapa golongan menumbuhkan benih-benih konflik di lapisan masyarakat pedesaan. Isu-isu landreform di era 1960-an juga di gunakan sebagai alat pembenaran genoside sepanjang tahun 1965 sampai dengan tahun 1967.

Belajar dari pengalaman historis(mungkin), pemerintah negeri ini mengeluarkan produk baru dengan nama TAP MPR No. IX/MPR/2001 dan Perpres No. 36/2005. Lagi-lagi sebuah konsep yang ideal tentang pembaharuan agraria dan pengelolaan Sumber Daya Alam. Seharusnya konsep ini tidak hanya berakhir pada tataran teoritis dan habis setelah menjadi wacana publik. Konsep ini akan semakin ideal apabila pemerintah dengan serius menjalankannya dan bisa dirasakan hasilnya oleh rakyat di negeri ini.

Banyak hal yang bisa kita rumuskan dari beberapa kasus dan kondisi terbaru tentang gagasan reforma agrarian dewasa ini. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah antara lain: pertama, pembagian tanah bagi rakyat yang tidak memiliki mata pencaharian khusunya di daerah pedesaan. Disini perlu diperhatiakan bahwa tanah-tanah yang di bagikan untuk rakyat adalah tanah-tanah yang produktif dan tidak bermasalah (sengketa) dengan pihak lain.

Kedua, pemerintah harus sadar bahwa pemberian sertifikat oleh pejabat terkait bukanlah sebuah solusi akhir bagi rakyat. Pemerintah paling tidak bisa membentuk sebuah kelompok tani di daerah tersebut guna mengolah tanah yang telah di sertifikatkan tadi secara bersama-sama demi kemakmuran anggota kelompok tersebut. Selain sebagai sumber mata pencaharian yang berkelanjutan, kelompok tani ini juga sebagai pengawas agar tanah yang telah disertifikatkan tidak di jual atau di gadaikan. Sebab apabila tanah-tanah tadi dijual atau digadaikan maka rakyat dimungkinkan akan kembali miskin.

Reforma agraria yang digulirkan oleh pemerintah tentunya juga mencakup aspek-aspek pemberdayaan masyarakat pemilik tanah, dalam artian bahwa pemerintah juga memberikan bantuan permodalan, pemeliharaan dan menjamin kesejahteraan dengan cara memberikan atau membantu mencarikan pasar untuk memasarkan hasil pertanian dari kelompok tersebut. Hal ini tentunya juga harus ada pemahaman bersama antara kelompok tani tersebut dengan aparatur terkait seperti BPN.

Apabila reforma agraria benar-benar di jalankan oleh pemerintah negeri ini, maka amanat pada UUD 1945 tentang menciptakan kemakmuran bagi rakyat dapat terwujud. Sudah saatnya Pancasila dan UUD 1945 dijalankan secara konsisten. Reforma agraria adalah alat untuk kembali memberdayakan rakyat bukan memperdaya rakyat!!!!.


Angky B. Putrantyo

HOLLYWOOD di pesisir AMBON

Hollywood tak hanya ada di Amerika saja

Minggu, 18 September 2011

Salam Pembuka


salam hangat bagi jiwa-jiwa yang lelah
salam hangat bagi jiwa-jiwa yang hanya mengenal kesederhanaan
salam hangat bagi jiwa-jiwa yang rindu ke-egaliteran
salam hangat bagi jiwa-jiwa yang MERDEKA dan JUJUR akan kata serta pemikiran